Archipelago In Indonesian Island

dannysihombing.blogspot.co.id.

Supreme Court Of Indonesia

dannysihombing.blogspot.co.id.

Law And Evil Abuse Of Money And Power

dannysihombing.blogspot.co.id.

Social Conflicts And Deviations Community Groups

dannysihombing.blogspot.co.id.

Practical Politics Money And Politics

dannysihombing.blogspot.co.id.

Minggu, 17 Maret 2019

CORRUPTION IS A VIOLATION OF HUMAN RIGHTS


Korupsi adalah Pelanggaran HAM

Indonesia, merupakan negara ke tiga terkorup di dunia. Mengejutkan memang, sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Indonesia menjadi sorotan dunia tentang hal ini. Pemerintah sendiri dalam mengatasi masalah terpelik di negara ini masih belum menunjukkan hasil yang maksimal. Justru selama ini yang mengungkap kasus-kasus korupsi adalah LSM-LSM, malahan beberapa waktu yang lalu, salah satu anggota LSM terkemuka di Indonesia yang mengawasi khusus masalah korupsi, ICW (Indonesian Corruption Watch) mendapat pengakuan internasional atas jasanya mengungkap kasus korupsi yang dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). Sebenarnya masih banyak lagi kasus korupsi di negara ini yang belum terungkap, dari korupsi puluhan juta sampai trilyunan rupiah.
Pemerintah telah merumuskan UU Anti Korupsi yang terdiri dari empat unsur penting, yaitu unsur penyalahgunaan wewenang, unsur memperkaya diri sendiri atau korporasi, unsur merugikan keuangan negara dan unsur pelanggaran hukum. Kalau terjadi tindak korupsi, pelakunya langsung bisa dijerat dengan tuduhan atas empat unsur tersebut. Adapun pengertian lain tentang korupsi dirumuskan oleh Robert Klitgaard. Klitgaard merumuskan bahwa korupsi terjadi karena kekuasaan dan kewenangan tidak diimbangi dengan akuntabilitas (pertanggung jawaban), sehingga dapat dirumuskan:

C = M + D - A 
Corruption = Monopoli + Diskresi - Akuntabilitas.

Sekarang masalahnya apakah korupsi yang terjadi sekarang ini termasuk pelanggaran HAM? Apalagi sekarang ini orang-orang sedang sibuk membicarakan masalah HAM, ada suatu perkara sedikit, langsung lapor ke Komnas HAM. Sebegitu mudahnya mereka membicarakan HAM, sedangkan hakikat HAM sendiri mereka tidak mengerti.
Dalam masalah perkorupsian ini, dari dokumen-dokumen HAM yang ada, yaitu Universal Declaration of Human Right, The International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) dan The International Covenant on Economic, Social dan Cultural Right (ICESCR), menyebutkan bahwa korupsi sesungguhnya merupakan suatu bentuk dari pelanggaran HAM. Tetapi Islam sendiri sejak kehidupan Imam Syatibi sendiri (500 tahun sebelum deklarasi HAM di Jenewa) telah menggaris bawahi dalam kitabnya al-Muwafaqot I, hal 15, bahwa maqosid tasyri' dalam Islam minimal telah memperjuangkan hak-hak yang selama ini digembor-gemborkan orang. Hak itu antara lain:
  • hifdz din (beragama),
  • hifdz nasab (keluhuran),
  • hifdz jasad (kesehatan dan keamanan),
  • hifdz mal (harta benda), dan
  • hifdz aql (pendidikan).

Hak untuk berafiliasi (penggabungan)

Termasuk dalam kategori ini adalah :
  • hak untuk menentukan nasib sendiri (ICCPR Pasal 1, ICESCR Pasal 1)
  • hak untuk berorganisasi (ICCPR Pasal 22, ICESCR Pasal 8)
  • hak kebebasan praktek dan kepercayaan budaya (ICCPR Pasal 27, ICESCR Pasal 15)
  • hak kebebasan beragama (ICCPR Pasal 18)
Pelanggaran atas hak-hak tersebut bilamana korupsi terjadi pada kebijakan yang diambil pemerintah yang menyebabkan kerusakan lingkungan, menguntungkan perusahaan besar dan meminggirkan masyarakat adat yang telah menghuni kawasan tersebut turun temurun.

Hak atas hidup, kesehatan tubuh dan integritas

Termasuk dalam kategori ini adalah :
  • hak bebas dari penyiksaan (ICCPR Pasal 7)
  • hak atas kehidupan (ICCPR Pasal 6)
  • hak atas kesehatan (ICESCR Pasal 12)
  • hak atas standar hidup yang memadai (ICESCR Pasal 11)
Salah satu contoh dari pelanggaran ini adalah impor limbah berbahaya dari Singapura. Bagaimana mungkin limbah berbahaya yang mengancam kelestarian lingkungan hidup (termasuk di dalamnya manusia), bisa masuk ke Indonesia? Penyebabnya tiada lain adalah korupsi yang melibatkan banyak pihak.
Contoh lain yang dapat dikemukakan adalah penyiksaan yang dilakukan oleh aparat TNI menggunakan fasilitas Freeport di Papua. Dengan tuduhan terlibat Organisasi Papua Merdeka, aparat TNI yang mendapat dana "keamanan" dari PT Freeport melakukan penyiksaan terhadap tokoh-tokoh masyarakat yang menentang kehadiran Freeport.

Hak untuk berpartisipasi dalam politik

Termasuk dalam kategori ini adalah :
  • hak kebebasan berekspresi (ICCPR Pasal 19)
  • hak untuk memilih dalam pemilihan umum (ICCPR, Pasal 15)
Kebebasan berekspresi termasuk hak untuk mendapatkan informasi dalam berbagai bentuk. Pelanggaran atas hak kebebasan berekspresi dapat dilihat pada gugatan pencemaran nama baik yang dilakukan terhadap media dan aktivis anti korupsi. Demikian juga berbagai praktek money politics dalam pemilihan umum dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak untuk memilih. Dengan adanya money politics, pilihan yang diberikan oleh para pemilih bukan atas kehendak pribadi tetapi karena motivasi uang sehingga pemilihan umum tidak memiliki integritas lagi.

Hak atas penegakan hukum dan non-diskriminasi

Hak ini termasuk hak atas pengadilan yang adil dan penghargaan individu setara di depan hukum (ICCPR, Pasal 9-15). Kategori pelanggaran atas hak ini dapat kita saksikan pada korupsi di peradilan. Karena korupsi, hakim tidak memutuskan berdasarkan keadilan tetapi justru pada besarnya uang yang diberikan. Akibatnya, banyak koruptor besar yang dibebaskan atau mendapat hukumgan ringan, sementara maling ayam di kampung mendapatkan hukuman yang berat.

Hak atas pembangunan sosial dan ekonomi

Termasuk dalam kategori ini adalah:
  • hak mendapatkan kondisi kerja yang layak (ICESCR, Pasal 6-9)
  • hak atas pendidikan (ICESCR, Pasal 13-14)
Kedua hak ini dapat dilanggar melalui alokasi anggaran yang tidak adil. Seperti dapat kita saksikan pada APBN, sebagian besar alokasinya untuk pembayaran utang dalam negeri dan luar negeri. Anggaran pendidikan hanya mendapat kurang dari 10%. Apalagi anggaran kesehatan yang jauh dibawahnya. Jelas dalam kategori ini, negara telah melakukan pelanggaran HAM.
Dari uraian di atas, para koruptor dapat digolongkan ke dalam beberapa golongan pelanggaran HAM, tergantung di segmen mana dia melakukan korupsi, sehingga mereka dapat dijerat atas dua tuduhan, yakni pencurian dan pelanggaran HAM.


ANTROPOLOGI DAN HUKUM



ANTROPOLOGI DAN HUKUM
A.     Antropologi Dan Hukum
Ada suatu suku di liberia, bernama suku Gola, yang mempunyai pemeo mengenai hukum sebagai berikut : “ Hukum itu laksana bunglon, dia berubah bentuk pada tempat yang berbeda dan hanya dapat dikuasai oleh mereka yang mengetahui seluk-beluknya.” Pemeo itu dapat disejajarkan dengan pandangan yang terdapat juga pada sementara ahli hukum di barat yaitu bahwa hukum itu tidak mempunyai materi yang khusus, melainkan selain itu sendiri. Kalau memang hukum itu dapat berubah-ubah seperti bunglon, dan seluas kehidupan, maka dalam keseluruhannya hukum itu tidaklah dapat dikuasai oleh orang yang manapun, dan malahan oleh profesi apapun. Maka diperlukan berbagai cabang keahlian untuk mendalaminya, untuk memahami dan menerapkannya. Para ahli tersebut dapat dibagi dalam dua golongan besar. Golongan pertama adalah mereka yang mendalami hukum dalam hubungan dengan kelakuan manusia, dan yang kedua memperhatikan segi intelektual  dan segi filosofis dari hukum. Yang kedua meliputi mereka yang mempelajari ilmu hukum, sejarah dan cara-cara pemerintahan dan juga sarjana antropologi yang mengkhususkan diri pada pendalaman cara-cara memcahkan sengketa yang dikenal oleh berbagai bangsa dibumi kita ini dan bagaimana mereka mepertahankan paling kurang satu tata politik.
Ahli hukum tampil pada waktu pihak-pihak yang berselisih mengenai hak-haknya dan malahan berselisih mengenai cara berlaku yang pantas. Para ahli hukum, pengacara dan hakim memecahkan kasus-kasus persengketaan. Sesuai dengan hukum tertulis atau tidak tertulis, dan sesuai dengan nilai-nilai yang lebih mendasar sifatnya, yang dianut dalam suatu masyarakat tertentu. Mereka bersama dengan banyak orang lain dalam masyarakat, berusaha untuk membatasi sebanyak mungkin pengaruh buruk dari gangguan yang terjadi akibat adanya sengketa dan kesukaran. Mereka jugalah yang merupakan penjaga nilai-nilai moral yang paling dasar dan prinsip-prinsip etis yang terdapat dalam kebudayaan yang bersangkutan. Dan seperti halnya dengan ahli-ahli yang bertugas menangani hal-hal yang berhubungan dengan moral, maka sering, mereka dicurigai. Ilmu hukum, dan antorpologi hukum, masing-masing dengan caranya sendiri, juga mempelajari hukum seperti halnya pengacara dan hakim. Namun mereka itu, tidaklah menghasilkan pengetahuan yang diterapkan manusia karena mereka hendak memahami cara masyarakat mempertahankan nilai-nilai dasar yang  dianutnya dan juga mengubah nilai-nilai tersebut.
Dengan demikian para sarjana antropologi hukum itu pertama-pertama perlu memperhatikan dua hal : ia harus menemukan dahulu, apa yang menurut ucapan suatu bangsa merupakan hal-hal yang pantas mereka lakukan. Dia akan menemukan bahwa ada bangsa yang sangat ketat menuntut dari warganya untuk berlaku menurut hal-hal yang digariskan dan ada bangsa yang lebih longgar, atau tidak terlalu ketat ; ada bangsa yang mempunyai norma tingkah laku yang tinggi ; ada pula yang mempunyai norma yang sama tapi tidak membuat tuntutan yang hampir sama. Ahli hukum dan ahli antorpologi hukum lebih banyak mempertahankan pranata-pranata yang ada dalam masyarakat, bagaimana masyarakat merumuskan pelanggaran terhadap hukum. Kalau di hubungkan hal ini dengan pemeo yang ada, maka pemeo orang gola menunjuk pada hukumnya para praktisi. Memang hukum dalam arti berbeda dari satu kebudayaan lain, sebagaimana bunglon. Sedangkan ucapan kedua yang mengatakan bahwa hukum adalah seluas hidup itu sendiri, menunjuk kepada segi dari hukum yang dipelajari oleh golongan disiplin kedua.
Dengan demikian ahli hukum dan ahli antropologi hukum tidaklah mendekati hukum yang berujud bunglon itu dari segi warnanya yang bisa berubah itu dan juga tidak mempelajari kemampuannya untuk dapat menyesuaikan warnanya dengan sekitarnya. Ahli hukum dan antropologi hukum mempelajari struktur bunglon itu, tulang-belulangnya, sistem peredaran darah dan mekanisme yang memungkinkan dia dapat berubah warna, dan bersatu dalam moralitas-moralitas.
Bila diperhatikan jenis masyarakat, termasuk yang masih sangat sederhana maka pranata melawan pelanggaran  norma yang paling umum adalah “ pertahanan diri”, “bela diri”. Dalam batas tertentu, maka setiap orang yang dilanggar wewenangnya, haknya pada umumnya oleh masyarakat diberi izin untuk memperbaiki hak / wewenangnya yang dilanggar. Dalam semua sistem modern, menjaga diri terhadap pencuri misalnya, adalah sesuatu yang diserahkan kepada perseorangan. Namu ada batas-batas dari penggunaan prinsip “ bela diri” ini. Bila ada suatu sistem polisi yang teratur, maka batas-batas dari wewenang “bela diri” itu dapat ditentukan secara lebih jelas dibandingkan dengan kalau sistem polisi itu tidak ada atau tidak kuat.
Suatu jenis tindakan balasan sosial yang lain terhadap pelanggaran norma ialah cara penyelasaian melalui pertandingan, yang terdapat di berbagai daerah dibumi ini. Contohnya yaitu perkelahian gladiator, dan cobaan atau ujia berat ( ordeal ). Sering juga diberi julukan bahwa pengadilan menyerupai situasi permainan atau situasi pertandingan. Satu bentuk tindakan balasan lain adalah rapat umum. Cara penyelesaiannya melalui rapat umum berbeda sekali dibandingkan dengan pengadilan. Pengadilan adalah badan khusus, yang tugasnya telah ditentukan dalam suatu sistem politik yang stabil. Tugasnya adalah menyelesaikan sengketa. Rapat umum tidak merupakan badan khusus, tetapi merupakan pertemuan dari para warga setempat.
Bila suatu tindakan sosial yang bersifat reaktif terjadi, maka sudah pasti bahwa suatu norma hukum dari masyarakat yang bersangkutan dilanggar. Tindakan balasan seperti yang diuraikan, yang meliputi pengadilan, dan sistem polisi, adu kekuatan dari gladiator seperti zaman romawi, ujian atau cobaan berat, rapat desa atau rapat dari masyarakat setempat, dan bela diri, adalah suatu cara yang dapat ditempuh untuk mulai menentukan suatu situasi sebagai situasi hukum. Bila tindakan balasan berhasil, tindakan itu kemudian diikuti oleh apa yang dinamakan “koreksi”. Perkataan koreksi mempunyai arti ganda yang cocok untuk digunakan bagi hal yang dimaksud, karena memang ada dua cara untuk mengadakan koreksi terhadap suatu tindakan penyelewengan norma. Pertama : orang yang melakukan pelanggaran, diwajibkan untuk melakukan tindakan sehubung dengan norma yang dilanggarnya, sesudah hal itu dilakukan, maka masyarakat setempat dapat berlaku seolah-olah pelanggaran itu terjadi. Cara koreksi dalam arti penjara, maka arti kedua inilah yang dimaksud. Dengan demikian kata koreksi itu sendiri berarti mengembalikan kepada situasi semula ( restitusi ) dan bila tidak mungkin, maka semacam pembayaran kembali ( retribusi ) harus dilakukan.
Ketiga tindakan sosial itulah yang menimbulkan perilaku hukum dalam setiap masyarakat : pertama pelanggaran norma atau ukuran baku bagi perilaku, kemudian tindakan balasan dan akhirnya koreksi. Para ahli hukum, para sarjana yang mendalami ilmu hukum dan ahli antorpologi semuanya mempelajari rentetan itu, tetapi mereka melakukannya untuk tujuan yang berdasarkan dan dengan cara yang agak berlainan. Para ahli antropologi hukum menganggap bahwa data untuk pelajarannya adalah norma yang ada dan tindakan yang merupakan lingkaran norma itu. 
Hukum itu memang mirip bunglon bila diperhatikan bahwa dia terdapat di berbagai masyarakat dan dia mengambil bentuk dan isi menurut kebutuhan masyarakat dimana dia berlaku. Namun dibawah kulit bunglon yang berubah-ubah terdapat sesuatu yang merupakan inti yang tidak berubah. Sifatnya yang bisa berubah itu justru merupakan sifat yang paling penting dan merupakan kekuatannya. Dari hukum itu walaupun beragam wajah penampilannya di berbagai masyarakat, yang paling penting untuk diperhatikan oleh ahli antorpologi  hukum ialah bagaimana caranya  suatu masyarakat menangani perselisihan dan kasus-kasus pertikaian. Artinya melihat bagaimana caranya lembaga-lembaga atau pranata yang berhadapan dengan penyelewengan-penyelewengan diorganisasikan sehingga penyimpangan dapat dikendalikan atau dibendung.
  By : Danny Haposan Sihombing, S.H