Archipelago In Indonesian Island

dannysihombing.blogspot.co.id.

Supreme Court Of Indonesia

dannysihombing.blogspot.co.id.

Law And Evil Abuse Of Money And Power

dannysihombing.blogspot.co.id.

Social Conflicts And Deviations Community Groups

dannysihombing.blogspot.co.id.

Practical Politics Money And Politics

dannysihombing.blogspot.co.id.

Minggu, 25 Oktober 2015

PERBURUHAN DALAM PENERIMAAN DAN PENUNTUTAN UPAH MINIMUM KERJA BURUH

Salah satu hal yang utama di dalam suatu Negara ialah mengenai persoalan tenaga kerja / buruh. Contohnya adalah Negara berkembang banyak di negara-negara berkembang para tenaga kerja / buruh selalu menjadi sorotan terutama dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan, tidak luput Indonesia juga salah satunya. Dalam persoalan tersebut hal yang utama sering di tuntut adalah mengenai upah dan kesejahteraan setiap tenaga kerja / buruh dalam ekonomi kehidupannya sehari-hari terutama sandang, pangan dan papan. Sehingga masalah ini menjadi dampak serta polemik dalam suatu persoalan terutama menyangkut mengenai produksi disetiap industri yang akan dihasilkan, terutama para kalangan pengusaha. Jadi permasalahan yang sedang dihadapi ini adalah mengenai upah minimum tenaga kerja dimana disetiap daerah banyak sekali terjadi perbedaan dan kesenjangan. Akibatnya tenaga kerja / buruh banyak yang melakukan aksi penolakan dan penuntutan terutama mengenai kebijakan pemerintah untuk memberikan upah yang layak sesuai dengan keadaan ekonomi sekarang ini.  

Bila kita lihat kebanyakan upah minimum kerja tenaga kerja / buruh yang paling banyak besar upahnya hanya terdapat dikota-kota besar, sedangkan untuk daerah yang lainnya tidak sesuai atau masih minimum sekali dari kebutuhan yang diperlukan. Karenanya diperlukan tindakan untuk melakukan pemerataan terhadap upah minimum tenaga kerja (buruh), sesuai dengan daya maupun APBD daerah masing-masing. Sesuai dengan kebutuhan yang menyangkut disana. Dan agar mereka terjamin mengenai upahnya yang layak dan sesuai dengan kebutuhan hidupnya.

JANGAN BUAT KAMI RAGU UNTUK MEMILIH !!!

“Lika-liku pemilihan LEGISLATIF dan PRESIDEN”
Jangan sia-siakan Hak Suara untuk memilih

Mungkin judul ini merupakan pertanyaan bagi semua konstituen yaitu semua rakyat Indonesia yang sudah mempunyai hak memilih. Tahun ini adalah tahun politik dimana tahun ini menentukan nasib bangsa kita 5 tahun ke depan. Hal ini tentunya membuat semua orang bertanya apakah masih ada pemimpin yang baik dan bersih? Apakah masih ada pemimpin yang memperhatikan nasib rakyatnya?. Ini Semua tak terlepas dari kebingungan masyarakat kita yang menyaksikan carut marutnya pelaksanaan pemilihan Legislatif dan Presiden di Indonesia dari tahun ke tahun.
Dan tanpa disadari pemilihan Presiden yang tinggal dua puluh hari lagi dimulai, sebelum pemilihan Presiden kita telah melakukan pemilihan calon Legislatif yang nantinya katanya akan menyalurkan aspirasi kita. Pertanyaan itu mungkin menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda, ada yang mengatakan pilih Caleg yang A, ada yang mengatakan pilih yang B. Bahkan statement itu terlontar sampai ajakan memilih caleg Z. Yang hasilnya membuat bingung Konstituen yang berada di negara kita ini, tak dapat di ingkari setiap pemilihan umum Caleg dan Capres pasti selalu ada kesalahan atau pelanggaran dalam penyelengaran kampanye tersebut. Contohnya seperti, Black Campaign (Kampanye Hitam) serta Serangan Fajar diantara pelanggaran ini diantaranya menyerang para kalangan ekonomi menegah kebawah atau rakyat miskin. Menurut saya cara seperti ini membuat tatanan rusaknya suatu birokrasi, sumbangsih pola pikir yang masih primitif dapat mempengaruhi mental dikalangan masyarakat yang masih labil. Sehingga diperlukan suatu revolusi mental untuk kedepannya agar setiap masyarakat lebih cerdas dalam memilih kedepannya dan juga tidak terpengaruh dengan janji-janji manis para calon pemimpin bangsa kedepannya. Diharapkan untuk pemilihan presiden tahun ini rakyat masih tetap percaya terhadap calon-calon pemimpin bangsa, dan jangan ragu untuk memilih ikuti kata hati nurani diri kita masing-masing.

KEJAHATAN PSIKOPAT DI KALANGAN MASYARAKAT SOSIAL

Terlintas dipikiran kita apa itu tentang kejahatan Psikopat, Psikopat atau istilah yang kita kenal Kegilaan Diri Sendiri merupakan  suatu penyakit yang timbul karena akibat adanya ganguan kejiwaan atau mental, tetapi bukan sakit jiwa. Merupakan penyakit yang timbul adanya dorongan dari sipelaku psikopat itu sendiri. Sedangkan kejahatan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang merugikan sipenderita atau korban yang melanggar batas-batas norma atau aturann yang berlaku dimasyarakat. Jadi kejahatan psikopat menurut saya adalah suatu perbuatan yang dilakukan seseorang yang timbul akibat adanya gangguan terhadap dirinya yang dilampiaskan kepada orang lain agar dirinya merasa terpuaskan. Akhir-akhir ini sering kita mendengar kejahatan yang dilakukan oleh seorang psikopat, biasanya kejahatan ini ia lakukan terhadap lingkungan atau orang yang berada disekitarnya. Contohnya pembunuhan yang dilakukan oleh Ryan penjaggal dari Jombang yang memutilasi belasan korban. Kasus yang di lakukan oleh psikopat ini tergolong sangat rapih dimana dalam kejahatannya itu bila kita lihat seperti orang yang biasa-biasa saja atau seperti orang yang berkelakuan baik. Tetapi pada dasarnya bahwa kalau kita lihat dari sisi aspek kriminologi itu kejahatan yang dilakukan oleh psikopat itu mempunyai 2 (dua) unsur, pertama unsur pola perilaku seseorang berbuat kejahatan, dan kedua dilihat dari suatu permasalaha antara sipelaku dengan korban. Menurut saya aspek yang terpenting dalam kasus ini adalah bagaimana cara menaggulangi kejahatan psikopat dengan bantuan kriminologi dalam mempelajari aspek sebab-akibat dari seseorang melakukan kriminalisasi. Jadi kejahatan psikopat ini biasanya dilakukan oleh seseorang yang benar-benar terauma akan kehidupannya dimasa lalunya. Upaya dari saya untuk mengantisipasi terhadap kejahatan ini adalah dengan selalu mengawasi lingkungan yang ada disekitar kita terutama kepada orang-orang terdekat kita. Dan selalu waspada dengan perilaku dan tingkah laku orang yang belum kenal dengan kita apalagi berkelakuan baik. 

Rabu, 14 Oktober 2015

PERILAKU SEKSUAL DIKALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA



Mungkin masih terbenak kita mengenai kenapa banyak Perilaku Seksual Dikalangan Anak-Anak Dan Remaja. Perilaku seksual merupakan kegiatan menyimpang yang di lakukan dengan dorongan seksual antara dua jenis kelamin yang sama maupun berbeda dilakukan berdasarkan atas suka sama suka ataupun dengan unsur kekerasan. Sedangkan anak-anak atau remaja ialah seseorang yang belum cukup dewasa dalam melakukan tindakan yang dilakukan oleh orang dewasa sampai genap umurnya menginjak 17 tahun. Sehingga yang dinamakan dengan perilaku seksual dikalangan anak-anak  dan remaja adalah kegiatan penyimpangan yang dilakukan dengan dorongna hasrat seksual antara dua jenis kelamin berbeda maupun sama didasarkan atas suka sama suka ataupun dengan paksaan yang dilakukan seorang yang belum cukup dewasa untuk melakukan tindakan orang dewasa yang umunrnya belum genap 17 tahun keatas. Maka bila kita lihat pada akhir-akhir ini banyak sekali perilaku-perilaku yang tidak sepantasnya dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Karenanya banyak sekali orangtua merasa takut dan was-was akan perilaku yang di lakukan oleh anak-anak mereka. Ya, memang perlu kita sadari bahwa akhir-akhir ini perbuatan anak-anak dan remaja mulai sangat memperihatinkan bayangkan dikalangan anak sekolah dasar bila kita lihat seumuran mereka sudah mulai melakukan perbuatan yang tidak lazim dilakukan orang dewasa atau yang biasa disebut asusila. Jangankan anak Sekolah Dasar, anak remaja yang menginjak bangku Sekolah Menegah Pertama dan Sekolah Menegah Atas pun sudah tak ayal lagi melakukan perbuatan–perbuatan yang dilakukan orang dewasa atau asusila layaknya sepasang suami istri. Umumnya ini dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan disekitar yang kurang perhatian dan perkembangan kemajuan teknologi yang kurang terkontrol oleh pemerintah, serta kurangnya peranan dari orang tua. Contohnya seperti Penjualan VCD Porno, Peredaran Film-film Porno di internet dan penjualan alat kontrasepsi yang bebas dijual. Bayangkan ada berapa juta anak Indonesia yang sudah tidak perawan lagi terutama anak perempuan, dan anak laki-laki yang disodomi serta anak-anak yang pernah melakukan hubungan intim yang melampaui batas. Ini merupakan catatan yang sangat penting khususnya dalam kriminologi penerapan hukum untuk melakukan tindakan dalam membenahi dan mengawasi lingkungan, pergaulan dan pengaruh kemajuan teknologi yang sangat melaju pesat. Pada dasarnya bila kita lihat dari sisi kriminologi bahwa perilaku seksual dikalangan anak-anak dan remaja merupakan suatu bentuk penyimpangan yang pertama (Devians Primer) dimana perbuatannya dilakukan pada masa awal-awal mereka pubertas atau akhir baliqh. Secara tidak langsung bahwa perilaku seperti ini merupakan masalah yang sangat penting karena berkaitan dengan kriminologi., yaitu dimana suatu penyebab kejahatan menyimpang itu dilihat dari pola perilaku dan pergaulan lingkungan sekitarnya. Dan menurut saya suatu perilaku itu biasanya disinyalir dilakukan oleh orang-orang terdekatnya terutama orang yang sudah pernah melakukan perbuatan seksual, sehingga ia menginginkan orang terdekatnya mau melakukan perbuatan seperti itu juga. Saya berharap dengan munculnya ilmu kriminologi yang sudah mulai modern ini dapat membawa dampak baik untuk dapat memberikan sumbangsih terhadap perilaku-perilaku kejahatan seksual , dan juga kejahatan lainnya. Agar kedepannya tidak ada lagi kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak maupun remaja. 

Rabu, 07 Oktober 2015

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN HUKUM PIDANA INGGRIS

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
            Studi perbandingan hukum pidana pada dasarnya memperbandingkan berbagai sistem hukum yang ada. Dalam Black’s Law Dictionary di definisikan: “Comparative Jurisprudence is the study of the principles of legal science by the comparison of various systems of law” dalam hal ini yang diperbandingkan adalah dua atau lebih sistem hukum yang berbeda.Hukum pidana positif Indonesia ialah berasal dari keluarga hukum CivilLaw System yang mementingkan sumber hukum dari peraturan perundangan yang ada dan berlaku di Indonesia. Sementara Inggris menganut sistem hukum Common Law System yang mengutamakan kebiasaan yang berlaku di sana. Kebiasaan tersebut dapat berupa Norma maupun putusan-putusan hakim sebelumnya. Selain perbedaan seperti yang tersebut diatas, kedua sistem hukum pidana kedua negara sebenarnya memiliki kesamaan. Di Indonesia dikenal hukum pidana adat yang sampai saat ini masih diakui dan dipakai dalam masyarakat.         Dilihat dari sumber hukumnya, sebenarnya hukum pidana adat tersebut berasal dari kebiasaan yang berlaku dimasyarakat. Hal tersebut sama halnya dengan sumber hukum common law yang berasal dari kebiasaan yang ada di masyarakat. Setiap sistem hukum, pasti memiliki asas-asas yang kemudian dijabarkan dalam aturan-aturan hukumnya. Salah satu asas hukum yang sangat penting dan dimiliki oleh setiap sistem hukum adalah asas legalitas atau dikenal juga dengan asas “Nullum delictum, nulla poena, sina praevia lege poenali”
B.     Permasalahan
1.      Bagaimana Perbedaan Asas Legalitas Hukum Pidana di Indonesia dengan di Inggris ?
2.      Apakah Asas Strict liability di Indonesia sama dengan strict liability di inggris ? 
3.      Apakah Perbedaan Sistem Peradilan Hukum Pidana Indonesia dengan di Inggris ?
.BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perbandingan Dan Perbedaan Asas Legalitas  Indonesia Dengan Asas Legalitas Inggris
a.      Asas Legalitas di Indonesia
            Asas legalitas di Indonesia terdapat dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi :”tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturanpidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”.Konsekuensi dari pasal tersebut ialah bahwa perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam undang-undang sebagai suatu tindak pidana juga tidak dapatdipidana; jadi dengan asas ini hukum yang tidak tertulis tidak memiliki kekuatan hukum untuk diterapkan. Namun atas hal itu dikecualikan terhadap daerah-daerah yang dulu termasuk kekuasaan pengadilan swapraja dan pengadilan adat dengan dilakukan pembatasan-pembatasan tertentu.Selain itu KUHP Indonesia juga melarang adanya analogi terhadap suatu perbuatan konkret yang tidak diatur oleh undang-undang.
b.      Asas Legalitas Di Inggris
            Asas Legalitas di Inggris walaupun asas ini tidak pernah secara formal dirumuskan dalam perundang-undangan, namun asas ini menjiwai putusan-putusan pengadilan. Karena bersumber pada case law, pada mulanya pengadilan di inggris merasa dirinya berhak menciptakan delik. Namun dalam perkembangannya, pada 1972 House of Lords menolak secara bulat adanya kekuasaan pengadilan untuk menciptakan delik-delik baru atau memperluas delik yang ada. Jadi tampaknya ada pergeseran dari asas legalitas dalam pengertian materiil ke asas legalitas dalam pengertian pengertian formal. Artinya, suatu delik oleh hakim berdasarkan common law (hukum kebiasaan yang dikembangkan lewat putusan pengadilan), namun dalam perkembangannya hanya dapat ditetapkan berdasarkan undang-undang (statute law). Sehingga di dalam Sistem Hukum Inggris yaitu Common Law dimana prinsipnya hukum tidak tertulis (yang jadi patokan nilai yang ada pada masyarakat. Peran hakim menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat. Hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent). Sumber hukum utama adalah putusan hakim (yurisprudensi).
            Sehingga dari kedua Asas diatas dapat diketahui perbedaannya yaitu:
1.      Asas Legalitas dalam Sistem Hukum Inggris adalah tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kalau tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut dimana aturan tersebut bersumber dari putusan hakim (yurisprudensi). Jadi dalam memutuskan suatu perbuatan pidana di inggris biasanya bersumber pada yurisprudensi hakim.
2.      Asas Legalitas dalam Sistem Hukum Indonesia adalah tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kalau tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut dimana aturan tersebut bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan dalam pemutusan suatu perbuatan pidana Indonesia tetap bersumber menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B.     Perbandingan Asas Strict Liability Hukum Pidana Indonesia Dengan Hukum Pidana Inggris
a.      Asas Stict Liability Indonesia
            Dalam perkembangan hukum pidana yang terjadi belakangan, diperkenalkan pula tindak-tindak pidana yang pertanggungjawaban pidananya dapat dibebankan kepada pelakunya sekalipun pelakunya tidak memiliki mens rea yang disyaratkan. Cukuplah apabiIa dapat dibuktikan bahwa pelaku tindak pidana telah melakukan actus reus, yaitu melakukan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan pidana atau tidak melakukan perbuatan yang diwajibkan oleh ketentuan pidana. Tindak-tindak pidana yang demikian itu disebut offences of strict liability atau yang sering dikenal juga sebagai offences of absolute prohibition.  Strict liability disebut juga absolute liability. Istilah dalam bahasa Indonesia yang saya gunakan adalah "pertanggung jawaban mutlak". Mardjono Reksodiputro dalam salah satu tulisannya diterapkannya asas strict liability di Indonesia yang menganut system Eropa Continental, yaitu “Berhubung kita tidak mengenal ajaran Strict liability yang berasal dari system hukum Anglo-Amerika tersebut, maka sebagai alasan pembenar dapat dipergunakan ajaran feit materiel yang berasal dari system hukum Eropa Kontinental. Dalam kedua ajaran ini tidaklah penting adanya unsur kesalahan. Ajaran strict liability hanya dipergunakan untuk tindak pidana ringan. Dalam praktik di Indonesia, ajaran strict liability sudah diterapkan, antara lain untuk pelanggaran Ialu lintas. Para pengemudi kendaraan bermotor yang melanggar lampu lalu lintas, misalnya tidak berhenti pada waktu lampu lalu lintas menunjukkan lampu yang berwarna merah menyaIa, akan ditilang oleh polisi dan selanjutnya akan di sidang di pengadilan. Hakim dalam memutuskan hukunan atas pelanggaran tersebut tidak akan mempersoalkan ada tidak adanya kesalahan pada pengemudi yang melanggar peraturan lalu lintas itu. Pada Pasal 211 KUHAP pembuktian pelanggaran-pelanggaran jenis lalu lintas jalan tersebut dapat dilakukan dengan mudah dan nyata seketika itu, karena tidak mungkin dipungkiri lagi oleh pelanggar. Berita acara yang ditiadakan diganti dengan bukti pelanggaran lalu lintas tertentu disingkat TILANG yang diisi oleh penegak hukum (POLRI Satuan Lalu Lintas). Oleh karena itu, tidak berlaku juga bagi semua tindak pidana, melainkan hanya untuk tindak pidana tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang. Untuk tindak pidana tertentu tersebut, pembuat tindakan pidananya telah dapat dipidana hanya karena telah dipenuhinya unsur-unsur tindak pidana oleh perbuatannya. Di sini kesalahan pembuat tindak pidana dalam melakukan perbuatan tersebut tidak lagi diperhatikan. Asas ini dikenal sebagai asas "strict liability"
b.      Asas Strict Liability Inggris
            Walaupun pada prinsipnya berlaku asas Mens Rea , namun di Inggris ada delik – delik yang tidak mensyaratkan adanya Mens Rea (berupa intention, recklessness, atau negligence). Si pembuat sudah dapat dipidana apabila ia telah melakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam undang – undang tanpa melihat bagaimana sikap batinnya. Di sini berlaku apa yang disebut strict liability yang sering diartikan secara singkat liability without fault (pertanggungjawaban tanpa kesalahan). Menurut common law, Strict Liability berlaku terhadap 3 macam delik:
1.      Public nuisance (gangguan terhadap ketertiban umum, menghalangi jalan raya,  mengeluarkan bau tidak enak yang mengganggu lingkungan).
2.      Criminal libel (penghinaan/fitnah, pencemaran nama baik)
3.      Contempt of Court (pelanggaran tata tertib di pengadilan) Misalnya : mengancam Jaksa, hakim dan Saksi.
            Prinsip pertanggungjawaban mutlak (strict Liability) merupakan prinsip pertanggung jawaban hukum (liability) yang telah berkembang sejak lama yang berawal dari sebuah kasus di Inggris yaitu Rylands v. Fletcher tahun 1868. Dalam kasus ini Pengadilan tingkat kasasi di Inggris melahirkan suatu kriteria yang menentukan, bahwa suatu kegiatan atau penggunaan sumber daya dapat dikenai strict liability jika penggunaan tersebut bersifat non natural atau di luar kelaziman, atau tidak seperti biasanya. Jenis pertanggung jawaban ini muncul sebagai reaksi atas segala kekurangan dari system atau jenis pertanggungjawaban fault based liability. Pertanggung jawaban hukum konvensional selama ini menganut asas pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan (liability based on fault), artinya bahwa tidak seorangpun dapat dikenai tanggung jawab jika pada dirinya tidak terdapat unsur-unsur kesalahan. Dalam kasus lingkungan dokrin tersebut akan melahirkan kendala bagi penegakan hukum dipengadilan karena dokrin ini tidak mampu mengantisipasi secara efektif dampak dari kegiatan industri modern yang mengandung resiko-resiko potensial. Pertanggung jawaban mutlak pada awalnya berkembang dinegara-negara yang menganut sistem hukum anglo saxon atau common law, walaupun kemudian mengalami perubahan perkembangan dibeberapa negara untuk mengadopsinya. Beberapa negara yang menganut asas ini antara lain Inggris, Amerika, Belanda, Thailand.
C.    Perbedaan Sistem Peradilan Pidana Inggris dengan Sistem Pidana Indonesia
a.      Sekilas Sistem Peradilan Pidana Inggris
            Sampai akhir 1986, proses penuntutan bagi perkara-perkara ringan di Inggris dilakukan oleh Polisi sendiri (Police Prosecutor). Sedangkan perkara yang agak berat dilakukan oleh pengacara yang disebut Solicitor. Dan perkara-perkara yang berat disidangkan di pengadilan tinggi (tingkat banding) dengan penuntut Umum pengacara yang disebut Barrister. Namun sejak 1986 yang menentukan apakah perkara yang disidik Polisi dapat diajukan ke pengadilan atau tidak adalah Jaksa yang tergabung dalam Crown Prosecution Secvice (CPS). Dan di Inggris terdapat 31 kejaksaan atau CPS yang terdiri dari Crown Prosecutor, senior Crown Prosecutor, Assistant branch CPS, Branch prosecutor (di Indonesia setingkat Kepala Kejaksaan Negeri), dan Chief Prosecutor (setingkat Kepala Kejaksaan tinggi).     
            Sumber hukum dalam sistem peradilan pidana di Inggris terdiri dari :         
a)   Custom, merupakan sumber hukum tertua. Tumbuh dan berkembang dari kebiasaan suku Anglo Saxon pada abad pertengahan yang melahirkan Common Law. Sehingga sistem hukum Inggris disebut juga sistem anglo saxon. 
b)   Legislation/statute, berupa Undang-undang yang dibuat melalui parlemen.
c)      Case law/judge made law, hukum kebiasaan yang berkembang di masyarakat melalui putusan hakim yang kemudian diikuti oleh hakim berikutnya melahirkan asas precedent.
            Dalam sistem Common Law seperti di Inggris, adat istiadat atau kebiasaan masyarakat (custom) yang dikembangkan berdasarkan putusan Pengadilan mempunyai kedudukan yang sangat kuat karena berlaku asas STARE DECISIS atau ASAS BINDING FORCE OF PRECEDENTS. Asas ini mewajibkan hakim untuk mengikuti putusan hakim yang ada sebelumnya. Bagian putusan hakim yang harus diikuti dan mengikat adalah bagian pertimbangan hukum yang disebut sebagai ratio decidendi sedangkan hal selebihnya yang disebut obiter dicta tidak mengikat.         
            Dalam sistem peradilan Inggris benar salahnya terdakwa ditentukan oleh juri yang direkrut dari masyarakat biasa. Tugas hakim hanya memastikan persidangan berjalan sesuai prosedur dan menjatuhkan hukuman sesuai hukum. Oleh karena itu, tugas jaksa dan pengacara dalam persidangan adalah meyakinkan juri bahwa terdakwa bersalah atau tidak. Berbeda dengan sistem civil law yang dianut di Indonesia sebagai kelanjutan dari sistem hukum yang dianut Belanda, maka tugas hakim di pengadilan lebih berat karena selain harus menentukan benar salahnya terdakwa juga menetapkan hukuman (vonis)nya        .
            Pada tahun 1994 telah terjadi pergeseran sistem akusator menjadi sistem inquisitor dalam hukum acara Pidana Inggris. Hal ini dilatarbelakangi karena Polisi di Inggris kesulitan untuk mengungkap atau menyelesaikan berbagai kasus yang menimbulkan ancaman serius bagi masyarakat terutama terorisme. Karena tersangka berlindung dibalik kekebalan hukum yang diberikan oleh UU antara lain hak untuk diam (right to remain silent). Perubahan tersebut dilihat dari konteks keberadaan sistem hukum yang ada di dunia (civil law dan common law) ternyata saat ini bukan saatnya lagi memperdebatkan secara tajam perbedaan antara kedua sistem hukum tersebut.       
b.      Sistem Peradilan Pidana Terpadu Di Indonesia                        Sistem peradilan pidana di Indonesia sebagaimana diatur dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) atau Undang-undang No.8 tahun 1981, sebenarnya identik dengan penegakan hukum pidana yang merupakan suatu sistem kekuasaan/kewenangan dalam menegakkan hukum pidana. Sistem penegakan hukum pidana ini sesuai ketentuan dalam KUHP dilaksanakan oleh 4 sub sistem yaitu:
1.    Kekuasaan Penyidikan oleh Lembaga Kepolisian.           
2.    Kekuasaan Penuntutan oleh Lembaga Penuntut Umum atau Kejaksaan.
3.    Kekuasaan mengadili oleh Badan Peradilan atau Hakim.
4.    Kekuasaan pelaksanaan hukuman oleh aparat pelaksana eksekusi (jaksa dan lembaga        pemasyarakatan).
No
Variabel
Indonesia
Inggris
1.
Pengadilan superior dan inferior (strata tingkatan pengadilan dari yang paling tinggi)
a.Mahkamah Agung;
b.Pengadilan tinggi;
c.Pengadilan negeri.

a.House of lords;
b.Mahkamah agung;
c.Pengadilan banding;
d.Pengadilan tinggi;
e.Pengadilan kerajaan;
f.Pengadilan magistrate.
             Keempat subsistem itu merupakan satu kesatuan sistem penegakan hukum pidana yang integral atau sering disebut dengan istilah integrated criminal justice system atau sistem peradilan pidana terpadu. Menilik sistem peradilan pidana terpadu yang diatur dalam KUHAP maka keempat komponen penegakan hukum Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan seharusnya konsisten menjaga agar sistem berjalan secara terpadu. Dengan cara melaksanakan tugas dan wewenang masing-masing sebagaimana telah diberikan oleh Undang-undang. Karena dalam sistem Civil Law yang kita anut, Undang-undang merupakan sumber hukum tertinggi. Karena disana (dalam Hukum Acara Pidana) telah diatur hak dan kewajiban masing-masing penegak hukum dalam subsistem peradilan pidana terpadu maupun hak-hak dan kewajiban tersangka/terdakwa.
Perbedaan Pengadilan Indonesia dan Inggris
No
Variabel
Indonesia
Inggris
2.
Pembagian pengadilan berdasarkan yurisdiksi khusus
a.Peradilan umum;
b.Peradilan agama;
c.Peradilan tata usaha negara;
d.Peradilan militer

a.Peradilan koroner;
b.Peradilan militer;
c.Peradilan ketenagakerjaan;
d.Peradilan imigrasi;
e.dll
3.
Pembagian daerah hukum
Terdapat pembagian daerah hukum berdasarkan administrasi wilayah
Tidak terdapat pembagian daerah hukum
4.
Jumlah hakim yang memeriksa perkara
Hakim majelis
Umumnya menggunakan hakim tunggal
5.
Sistem pembuktian
Pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif
Berdasarkan keyakinan belaka (conviction in time)











BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Dari Uraian Pembahasan diatas maka dapat disimpulkan Bahwa Perbedaan yang sangat mencolok yang dapat dilihat antara Hukum pidana Indonesia dengan inggris yaitu dapat kita lihat melalui asas legalitas dari masing-masing dimana asas legalitas Negara inggris bersumber kepada yurisprudensi hakim, sedangkan di Indonesia bersumber pada undang-undang yang berlaku. Dan juga asas strict liability kedua Negara dimana di Negara inggris unsur kesalahan tidak dapat diberikan apa bila tidak ada pada dirinya, sedangkan di Indonesia unsur kesalahan sudah diberikan apabila telah terbukti melakukan suatu kesalahan. Dan yang terakhir dalam system peradilan pidana Indonesia identik dengan penegakan hukum pidana yang mempunyai kekuasaan dan kewenangnan dalam menegakan hukum pidana. Yang terdapat 4 subsistem yaitu, kekuasaan penyidikan, kekuasaan penuntutan, kekuasaan mengadili dan kekuasaan pelaksanaan hukuman. Sedangkan dalam system peradilan pidana di inggris putusan pengadilan mempunyai kedudukan yang sangat kuat. Dan putusan hakim mengikat untuk hakim selanjutnya.
B.  Saran
             Dengan membandingkan hukum pidana Negara Indonesia dengan Inggris. Indonesia sebagai Negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan keadilan hukum, perlu meniru tata cara pengambilan putusan dalam penegakan hukum.



DAFTAR PUSTAKA

Ø  Prof. Nawawi Arief, Barda, S.H. Perbandingan Hukum Pidana ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010 )
Ø  Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1988. Jakarta : Balai Pustaka.
Ø  E. Y. Kanter, S. R. SianturiAsas-asas hukum pidana di Indonesia dan penerapannya ( Jakarta : Alumni AHM-PTHM, 1982 )
Ø  Andi Hamzah, KUHP & KUHAP Indonesia
www.Google Cendekia.com